Monday 16 May 2011

tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.



siapa "Uwais al-Qorni" ??????????????????????????



Pada zaman Nabi Muhammad Saw, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendang, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.

Dia adalah "Uwais al-Qarni". Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin.

Seorang fuqaha' negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berjaya, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : "Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri".

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya keluarga kecuali hanya ibunya yang telah tua dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menampung kesehariannya bersama ibunya, bila ada lebih, ia gunakan untuk membantu jirannya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala kambing dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam semasa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad saw yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak jirannya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad saw secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat jirannya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah saw mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menjumpai Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak sanggup ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.

Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menjumpai Nabi saw di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : "Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpelukkan sambil mencium ibunya, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi saw yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina 'Aisyah ra sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya.

Namun ternyata beliau saw tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang.

Tapi, kapankah beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang". Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina 'Aisyah ra untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah saw, sayyidatina 'Aisyah ra dan para sahabatnya tertegun.

Menurut sayyidatina 'Aisyah ra memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah saw bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu beliau saw, memandang kepada sayyidina Ali kw dan sayyidina Umar ra dan bersabda : "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".


Tahun terus berjalan.

Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan sayyidina Ali kw mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra dan sayyidina Ali k.w memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi saw. Memang benar ! Dia penghuni langit.

Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? "Abdullah", jawab Uwais.

Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?"

Uwais kemudian berkata: "Nama saya Uwais al-Qorni".

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu.

Akhirnya, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali kw memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.

Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian".

Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata : "Kami datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda".

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.

Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais. "Waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di hujung kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan shalat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami !" tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi," Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: "Apa yang terjadi?" "Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami. "Dekatkanlah diri kalian pada Allah !" katanya. "Kami telah melakukannya." "Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!" Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami, "Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat." "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?" Tanya kami. "Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir." "Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya. "Ya," jawab kami. Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar ra.

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya : "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.

Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

No comments: